Sunday, 8 February 2009

Mengenal Agama Adat dalam Budaya Melanesia

Tulisan ini merupakan sambungan dari artikel lain yang dimuat dalam blogs ini dengan judul "Agama Adat dan Agama Samawi!" Yang dalam tulisan tersebut mengulas sedikit mengenai pandangan agama adat, walaupun belum teliti benar, dan juga agama samawi yang diturunkan melalui Hamba Allah, Abraham, yaitu Agama Yahudi dan Kristen serta Katolik melalui jalur keturunan Yakub atau yang dikenal dengan nama Israel dan keturunan Ismail yang menurunkan agama Islam.

Tidak ada hal prinsipil yang berbeda dari ajaran-ajaran agama samawi, yang berbeda adalah cara dalam memuji dan memuliakan Tuhan Allah Pencipta Langit dan Bumi.

Dalam Budaya Melanesia, saya mengambil contoh kasus dari Suku Malind Anim di Kota Maroke, Tanah Papua, yang disebut agama adat ialah hal-hal yang berurusan dengan masalah Adat.

Sebagai contoh; jika saya bermarga Gebze dari Kampung Pahas, Distrik Muting, dan dalam berhubungan dengan Marga atau kerabat Marga yang lain, maka hal ikhwal paling utama dalam hubungan kekerabatan itu adalah masalah Tanah atau Dusun serta hal-hal yang berkaitan dengan urusan kepemilikan kolektif dalam marga yang berkerabat tadi.

Para Tuan Tanah biasanya membagi sebagian wilayah ulayat adatnya kepada sejumlah orang yang disebut marga kerabat untuk tinggal dan juga mengambil hasil dusun dari bagian-bagian tanah ulayat yang dimiliki Tuan Tanah. Akan tetapi hak kepemilikan itu didasarkan atas pengertian bahwa yang memiliki tanah-lah yang dengan suka rela telah memberikan kepada para marga kerabat untuk dikuasai dan diolah untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Atau bisa juga ditukar dengan pemberian anak, sebagai anak perdamaian, yang nantinya akan mengikat hubungan-hubungan kekerabatan dalam marga yang berkerabat tadi. Peristiwa seperti ini telah banyak terjadi, bukan saja dalam kebiasaan suku Malind Anim tetapi juga suku-suku Bangsa Papua lainnya.

Saya belum bisa menyelidiki dengan seksama hubungan kekerabatan dalam marga dibagian wilayah atau suku lain, contoh kasus dari suku Malind Anim tadi hanyalah contoh perantara agar kita dapat memahami dengan benar apa yang dimaksud dengan marga dan apa kaitannya dengan kekerabatan marga serta hubungannya dengan suku dan Bangsa secara keseluruhan.

Secara tradisional suku Malind Anim dibagi dalam tiga sub suku yang dikenal dengan nama Malind Bob dengan aliran kepercayaan Mayo, Malind Duv dengan aliran kepercayaan Imo, dan Malind Degh dengan aliran kepercayaan Ezam-Uzum.

Ketiga aliran kepercayaan tradisional tadi menjadi titik dimana ekosistem peradaban Malind Anim dibangun. Kalau saya orang Malind Anim dari sub suku Malind Degh, maka saya akan memaknai hubungan spritual saya dengan apa yang saya kenal sebagai Ezam-Uzum, demikian pula Malind Bob dan Malind Duv.

Hubungan kekerabatan seperti yang telah dijelaskan diatas juga dibangun berdasarkan asumsi ekosistem budaya dimana sub suku tadi bertempat dan marga-marga didalamnya membentuk pemerintahan adat berdasarkan asumsi-asumsi tersebut diatas.

Dalam Kebudayaan Melanesia, hal-hal prinsip, terutama menyangkut hak ulayat menjadi prinsip utama dimana eksistensi marga dan suku dipertaruhkan, dan agama adat secara prinsip mendukung penuh hak-hak mengenai kepemilikan kolektif marga dalam suku dimaksud.

Dibandingkan dengan Agama Samawi, tanah perjanjian, seperti yang digambarkan dalam Kitab Suci, juga memiliki makna yang sama, seperti yang telah saya jelaskan mengenai kepemilikan hak ulayat secara kolektif oleh suatu marga dalam suku tertentu, saya ambil contoh tadi suku Malind Anim dari kota Maroke.

Hak ulayat, dikemudian hari, menjadi masalah yang begitu kompleks, hingga menghasilkan perang yang tiada akhir, sebagai contoh, Bangsa Israel Modern, yang dibangun diatas tanah yang disebut "Tanah Perjanjian!" Disatu sisi berjalan baik, dan mampu memenuhi selera dan humor politik kaum Yahudi, tetapi dipihak lain juga mengorbankan suku dan bangsa lain.

Bangsa Palestina sebagai contoh nyata adalah korban dari perebutan hak kesulungan atau hak ulayat seperti yang termaktub dalam Kitab Suci.

Saya membatasi diri untuk tidak menulis secara ceroboh tanpa penelitian ilmiah yang akurat, akan tetapi data-data primer yang tercantum dalam Kitab Suci, menunjukan dengan pasti bahwa apa yang terjadi di Israel dan Palestina, tidak seharusnya terjadi seperti saat ini, karena perebutan hak kesulungan atau hak ulayat tadi telah menimbulkan perang berkepanjangan antara Bangsa Israel dengan sokongan Barat Kristen dan umat Muslim disisi yang lain diseantoro Jazirah Arab dan Magribi, bahkan melebar sampai ke Asia Tenggara, dimana Indonesia yang dikenal sebagai negara berpenduduk muslim terbesar didunia, juga larut secara politik didalam arena pertarungan politik tadi, bahkan militansi kaum puritan Islam terbangun dengan subur di Indonesia dan jadilah Indonesia sebagai sarangnya kaum "Teroris" dalam terminologi Barat.

Saya tidak hendak mengulas mengenai luka yang telah lama "menganga lebar" di Timur Tengah, akan tetapi dampak politik dari rasionalisasi perjuangan pembebasan nasional Papua Barat juga terpolarisasi dalam adagium politik yang telah berkembang secara menyeluruh diseantero jagad raya tersebut.

Mungkin tulisan ini kurang teliti dan tidak sempurna, akan tetapi saya hendak usahakan agar ia menjadi tulisan yang berbobot dikemudian hari, jika saja saya memiliki kesempatan untuk meneliti naskah-naskah primer maupun sekunder yang ada kaitannya dengan ulasan dalam tulisan ini.

Selanjutnya tulisan saya akan lebih banyak mengulas mengenai arti kata Melanesia serta aspek-aspek yang ada kaitannya dengan Budaya Melanesia secara agak rinci, jelas, terukur dan obyektif.

Read More...

Thursday, 29 January 2009

Agama Adat dan Agama Samawi [Pengantar]

Jalur Adat dan Agama dalam wacana perjuangan pembebasan nasional Papua Barat kini menjadi penting untuk dibicarakan, tidak saja menarik minat sejumlah aktivis Papua Merdeka tetapi telah menjadi kebutuhan bagi Gerakan Pembebasan Nasional Papua Barat [GPNPB] untuk memasifkannya sebagai sebuah diskursus pembanding bagi IDEOLOGI pembebasan nasional Papua Barat.

Saya tidak banyak memahami tentang Agama lain, tetapi dari perspektif Kristiani, saya hendak mengulas beberapa prinsip dasar Agama, yang kemudian oleh aliran Filsafat Materialisme Dialektika Historis [MDH] dianggap sebagai candu! Sampai disini, saya hendak menerjemahkan kembali konsukuensi logis dari pernyataan Karl Marx dalam bukunya "Das Capital" yang menganggap Agama sebagai "candu!"

Marx menganggap Agama sebagai candu rakyat ketika "Gereja" yang teleh dilembagakan menjadi alat mencari untung segolongan pimpinan gereja yang menjadikan umat bukan sebagai domba-domba pilihan untuk penebusan sang bayi natal, Yesus Kristus, tetapi umat dijadikan domba-domba perahan, yang kapan saja diambil keuntungan dari kaum papa yang menjadi anggota gereja, misalnya dengan menarik uang persepuluhan atau perembahan yang dalam kebiasaan gereja Kristen disebut "uang persembahan!"

Uang persembahan oleh orang yang menyebut dirinya "Hamba Allah" atau "Hamba Tuhan" yaitu golongan pendeta atau pastor kemudian biasanya memanfaatkan persembahan tersebut untuk memperkaya diri sendiri, dan ini masih terjadi di Gereja Modern hari ini. Apa yang dibayangkan Karl Marx, seorang keturunan Yahudi Jerman, dalam filsafatnya MDH, kemudian menjadi pembenaran bagi golongan umat kristen terpelajar untuk menjadi Atheys atau tak beragama lalu dikaitkan pula dengan Ideologi Komunis atau Sosialisme yang dianggap tidak menganggap keberadaan Tuhan sebagai sang pencipta.

Ulasan singkat saya diatas hendak saya tempatkan dalam pandangan pribadi saya mengenai keberadaan Agama Barat [Kristen] dan Agama Adat yang sesungguhnya telah mengakar kuat ditengah-tengah kehidupan Masyarakat Adat [Indigenous People] seperti misalnya Suku-suku Melanesia di Tanah Papua.

Adat mengajarkan kepada kita [saya sebagai manusia Melanesia] untuk menjaga hak ulayat [Tanah, Sungai, Gunung] dimana saya berada dan menjalani hidup sebagai manusia dalam kehidupan kolektif keluarga, marga dan suku.

Jika saya memiliki hak memakai tanah dalam lingkup keluarga, itu berarti saya juga mewakili marga saya dan atau suku saya sebagai sebuah entitas nilai yang hidup.

Tanah bagi orang Melanesia adalah sakral. Ia merupakan kehormatan dan harga diri yang harus dipertahankan sampai titik darah penghabisan, karena pencipta langit dan bumi, menurut pandangan saya sebagai orang Melanesia, telah membagi-bagi Tanah dibumi ini kepada setiap suku-bangsa berdasarkan haknya masing.

Orang Eropa berkuasa atas Tanah mereka di Eropa, Orang Indian di Amerika, Orang Melanesia di Pasifik [termasuk Australia dan Zelandia Baru], orang Arabb di Jazirah Timur Tengah dan Magribi, orang Afrika di Tanah Afrika, orang Tioghoa di China atau katakanlah orang berbudaya oriental berkuasa diatas Tanah mereka dibagian bumi yang disebut Oriental, termasuk Korea dan Jepang.

Agama modern mengajarkan orang untuk saling mengasihi dan memberi serta membagi apa yang dimiliki kepada sesamanya, sementara agama adat mengajarkan kepada kita bahwa apa yang kita miliki [misalnya; Tanah]haruslah kita jaga, sebab itu merupakan hak kesulungan yang diberikan Tuhan untuk masing-masing suku-bangsa sesuai peruntukkan masing-masing.

Ketika terjadi perang salib, manifestasi untuk menghargai hak kesulungan sudah tidak berlaku maka muncullah apa yang kita kenal dewasa ini sebagai Imperialisme / Kolonialisme. Negara-negara Eropa Barat yang tamak mulai membagi bumi dan menguasainya dengan tiga tema suci: gold, glory and gospel.

Inilah kekeliruan awal manusia yang mulai saling menguasai dan menjajah dan mulai saat inilah rusaklah wajah bumi yang indah yang telah diciptakan Tuhan bagi manusia untuk dipakai bagi kehidupannya.

Ulasan singkat diatas, akan saya lanjutkan dengan memperbandingkan Budaya Oriental, Barat, Timur Tengah dan budaya-budaya "kelas dua" misalnya Melanesia, untuk memperkaya tulisan ini dari sisi Budaya Melanesia.

Gerakan Pembebasan Nasional Papua Barat [GPNPB] sedang memulai menggerakan semangat Adat dalam perspektif perjuangan pembebasan nasional kita, oleh karena itu hal ini menjadi penting untuk didiskusikan dan diperdebatkan sehingga kita bisa mengambil nilai-nilai yang baik dari Komunisme/Sosialisme, Agama Samawi, Kebudayaan Oriental, dan Agama Adat Melanesia sendiri.

----Bersambung----

Read More...