Saturday, 21 July 2007
Tuesday, 17 July 2007
NKRI Harga Mati! [Kritik Untuk Harian Kompas-Bagian I]
Salam,
Terima kasih, saya mendapat feed back yang baik dari beberapa rekan. Saya kira usulan Mas Stepanus dan Bung Patrick relevan untuk dipertimbangkan oleh sebuah harian berita sekaliber Kompas ini. Saya kira, teman-teman di Kompas juga masih memiliki hati nurani, walaupun kadang-kadang hati nurani itu dihadapkan langsung dengan kepentingan "pasar" dan "pemerintah."
Inilah yang menjadikan Kompas, sebagai salah satu media main stream, saat ini, sudah banyak diprotes, bukan oleh saya, tetapi oleh pembaca maupun oleh rekan-rekan wartawan lain, yang beranggapan bahwa Kompas lebih memihak "pemilik modal" atau Kompas lebih memihak pada mereka yang "memasang iklan" dan bukan kepada pembacanya, apalagi rakyat miskin.
Saya tidak berharap bisa mengubah paradigma itu di Kompas, itu hak yang wajar, sewajarnya sebuah institusi bisa maju diengah pesatnya neo-liberalisme yang makin menggila. Saya kira itu juga pilihan Kompas atau manajeman Kompas untuk menghidupi ribuan karyawan atau buruhnya. Itu wajar. Itu logis.
Tetapi, saya, sejak awal hanya hendak kritik atau kasih teguran buat Kompas, supaya Kompas, paling tidak sebagai sebuah media yang besar, juga bisa menerima masukan atau opini dari orang-orang pinggiran seperti saya dan atau rakyat Papua pada umumnya, yang "JAUH DI MATA, JAUH JUGA DIHATI!"
Kejauhan kami dari hiruk pikuk politik nasional, menenggelamkan kami dipusaran dugaan tak beralasan, yang dengan sengaja dan sadar dibangun oleh mesin-mesin negara [TNI/Polri/BIN/BAIS, Birokrasi Sipil dari Pusat Sampai Daerah] untuk tetap mempertahankan "NKRI Harga Mati!" Untuk tetap mempertahankan sebuah "Pencurian Sumber Daya Alam Papua" tanpa kita sebagai orang Papua pemilik langsung atas sumber-sumber itu dilibatkan, kecenderungan yang terjadi malah sebaliknya: diabaikan, dikucilkan, ditindas, diusir dari Tanah-Tanah Adatnya, ditembaki, dipenjara, dibunuh, dll.
Itu masalah besar sudara2. Ini maslah besar bagi saya dan juga 2,5 juta orang yang hari ini hidup di Tanah Papua. Banyak cerita memilukan, yang jika diungkapkan satu per satu, akan menguak begitu dalam luka jiwa saya. Saya seorang pemuda yang tidak bisa tinggal tenang meilihat situasi ini.
Saya baru berusia 28 Tahun saat ini, dan selama 28 tahun kehidupan saya di Tanah Papua dan atau di Indonesia, saya diajarkan oleh hidup. Saya dibesarkan oleh sebuah nilai yang bernama: PENJAJAHAN! Ketika saya memperolah cukup ilmu untuk melawan sitem yang menindas, maka saya dengan sepenuh jiwa mengambil jalan itu, bahkan saya adalah orang yang paling dicari-cari selama ini oleh Polda Papua karena dituduh terlibat dalam peristiwa Abepura Berdarah, 16 Maret 2006.
Beruntung saya masih memiliki sejumlah kawan, saya masih memiliki sejumlah sahabat yang dengan lapang dada menerima saya dan yang mendengar keluh kesah saya, bisa menerima saya ketika saya sedang bersusah hati, bisa memberi ketika saya meminta, bisa memberi saya harapan untuk hari ini hidup. Untuk mereka, saya tidak bisa berkata apa-apa, saya menyimpan tindakan mereka dalam relung jiwa saya yang paling dalam, ungkapan terima kasih saya, hanya bisa saya katakan lewat hubungan kita yang saya akan tetap abadi, sampai suatu ketika yang punya hidup memanggil saya untuk menghadap hadirat-Nya.
Saya sorang pemuda yang sudah lebih 15 tahun tidak bertemu Ibu kandung saya, hanya karena sebuah cita-cita perjuangan yang belum tuntas saya lakukan. Tapi Ibu yang juga setia itu, yang sudah dua kali saya bicara langsung dengannya melalui telepon, dia-lah yang terus memberi semangat agar saya tetap bertahan hidup dan berjuang untuk menggapai kebebasan sejati: PEMBEBASAN NASIONAL PAPUA! Ya, berjuang! Berjuang MENGGAPAI MATAHARI YANG BELUM TERGAPAI.
Salam Dari Timur!
Papuan Diary
Aku Akan Tetap Menulis!
-----------------------
Feed Back:
--------------------
Bung Patrick [1]
-------------------
Pak Stephanus Mulyadi Yang Terkasih,
Sebelumnya mohon maaf lho Pak, saya juga sangat sepakat dgn opini Bpk. Percaya atau tidak, saya dibesarkan di luar Jawa, dan ketika berada di Jawa, baru saya saksikan dgn mata kepala sendiri betapa pembangunan di Indonesia terpusat di pulau yg miskin sumber daya alam ini (bila dibandingkan dgn pulau-pulau besar lainnya).
Dan, saya juga sepakat dgn opini Bpk, pendekatan utk mengatasi separatisme yg berorientasi "security first" (menekankan pada stabilisasi politik-keamanan, pertahanan negara, dll) sudah TIDAK ZAMANNYA LAGI!
Jadi, mari kita katakan SONTOLOYO kepada org yg berkata, Mari Tumpas Gerakan Separatisme (dan seruan yg sejenisnya)!!!
Padahal, konsepsi keamanan (security) tidak hanya berkutat kepada aspek militer semata!! Aspek non-militer (kesejahteraan/ekonomi, sosial-budaya, diplomasi, dll) juga merupakan bagian dari keamanan!!!!
Saatnya utk berkata, mari atasi separatisme dgn pendekatan yg berorientasi kpd "human security first"!! "human security"?
Yaa..human security...pendekatan yg jauh melampaui orientasi keamanan (baca: politik & militer)!!!
Salam hangat,
Patrick Hutapea
--------------------
Bung Patrick [2]
--------------------
Pak Mulyadi,
Sepertinya sudah jelas tuhh...ada rakyat di Papua yg ingin merdeka!! Tidak perlu diperjelas lagii...
Kita yg di Jawa ini saja yg masih butuh penjelasan! Bagi mereka, sudah jelas kok!!
Bila memang ingin melihat masalah dari sudut pandang rakyat Papua, pikirkan seperti ini: Kenapa hampir semua pembangunan berpusat di Pulau Jawa? Ya..pulau Jawa....Bayangkan, semua universitas terbaik ada di Jawa...Hampir semua uang yang beredar di Indonesia beredar di Jawa...Jelas bukan??
Sedangkan, sumber-sumber daya alam di Jawa, masih kalah jauh dengan Papua, Kalimantan, dsb...
Sederhana khn? Tidak usah menggunakan penjelasan lagi! Seperti kata Gus Dur, "gitu aja kok repot!"
Salam,
Patrick Hutapea
-----------------------------------
Bung Stephanus Mulyadi [1]
-----------------------------------
Rekan Patrick,
Bagi mereka yang di Papua, di Maluku, di Aceh, di Kalimantan, dan di mana lagi, memang sudah jelas, mengapa mereka ingin merdeka. Bagi mereka memang tidak diperlukan penjelasan lagi. Saya juga tidak bilang bahwa bagi mereka belum jelas, mengapa mereka ingin merdeka, dan karena itu butuh penjelasan.
Saya mendukung rekan Papuan Diary untuk memberikan penjelasan menurut sudut pandang mereka. Dan penjelasan itu ditujukan pada orang-orang yang masih butuh penjelasan: mengapa mereka yang di luar Jawa ingin merdeka. Mungkin sebagian orang-orang yang butuh penjelasan ini berada di Jawa, seperti rekan Patrick katakan. Kepada mereka ini perlu diberikan penjelasan.
Selama ini penjelasan yang ada justru berasal dari orang-orang yang di Jawa, yang, seperti Patrick katakan, masih butuh penjelasan. Orangnya saja masih butuh penjelasan (belum mengerti dengan jelas permasalahannya?), kok malah gaya-gaya kasih penjelasan, kasih opini dan dimuat di koran-koran dan TV. Orang gak ngerti permasalahan malah kasih penjelasan, ya penjelasannya: kalau tidak nagwur ya ngasih opini sesuai dengan isi perutnya saja. Akibatnya permasalahan di daerah tak pernah terselesaikan dengan baik.
Selama ini saya membaca penjelasan mereka yang di Jawa itu sebenarnya bukan memberikan penjelasan, tetapi lebih memberikan PENGADILAN, sepihak, bahwa keinginan merdeka dari rekan-rekan di luar Jawa dinilai sebagai tindakan yang salah dan karena itu harus DITUMPAS! Lihat kata-kata yang dipakai: " DITUMPAS!"
Rekan Papuan Diary berusaha menjelaskan keinginannya untuk merdeka, ya berikan peluang padanya. Mungkin apa yang rekan Patrick katakan itu benar, tapi sekali lagi, itu kan menurut Mas Patrick, yang ada di Jawa.
Ini juga masalah, sering kali orang di Jawa merasa sudah tahu permasalahan di daerah, dan coba merumuskan permasalahannya. Sebagian mereka bisa merumuskannya dengan benar, tapi banyak yang tidak! Masalahnya di mana? Masalahnya terletak pada: mereka ini tidak mampu merasakan seperti apa perasaan orang di luar Jawa ketika menerima perlakuan sebagian orang dari Jawa selama ini terhadap mereka, terutama atas pembangunan dan penikmatan hasil kekayaan alam di luar Jawa.
Untuk rekan Papuan Diary,
bicaralah Papuan Diary. Ungkapkan perasaan Anda. Tuliskan opini Anda. Anda bisa bicara sendiri, tidak perlu diatasnamakan oleh orang yang di Jawa.
Untuk Mas Patrick: mungkin baik Anda baca lagi tulisan dari Papuan Diary, dalam konteks apa dan mengapa dia meminta pada Mas Agus untuk diijinkan menulis opini versi dia di FPK/Kompas.
Marilah kita belajar "mau repot" dengan persoalan yang dihadapi oleh rekan-rekan kita.
Salam dari luar Jawa
Mulyadi
----------------------------------
Bung Stephanus Mulyadi [2]
-----------------------------------
Rekan Papuan Diary,
Saya kira Mas Agus akan menerima opini Anda kalau dituliskan di FPK [Forum Pembaca Kompas]. Tuliskan saja. Memang seharusnya juga juga opini dari sudut pandang teman-teman dari Papua. Terutama mengenai apa yang dimaksud dengan "PEMBEBASAN NASIONAL PAPUA ADALAH HARGA MATI!" atau "MERDEKA" dari sudut pandang rekan-rekan dari Papua. Dengan demikian masalahnya menjadi jelas.
Dengan masalah yang jelas barangkali kita dapat memikirkan lebih lanjut apa yang terbaik kita lakukan bersama.
Salam
Mulyadi
Posted by Papuan Diary at Tuesday, July 17, 2007 0 comments
Labels: editorial
Thursday, 12 July 2007
Akar Masalah Papua: Tinjauan Historis dan Theologis
* Ditulis oleh: west_papua@yahoo.com
Perlu Saudara-saudara ketahui bahwa Akar Pokok Permasalahan di Papua adalah Bukan Masalah Kesejahteraan tetapi Masalah Sabotase wilayah yang dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia terhadap Belanda.
Yang mana, Papua adalah salah satu wilayah Dekolonisasi yang telah dipersiapkan Belanda untuk Merdeka di kemudian hari seperti beberapa wilayah di daerah Pacific seperti Australia, Papua New Guinea, Fiji, Vanuatu, dll.
Faktor inilah yang menyebabkan sehingga Belanda harus kembali ke West Papua dan Inggris kembali ke Papua New Guinea setelah mengalahkan Jepang melalui Perang Dunia Ke-2 di Kawasan Pacific yang dibawah pimpinan Jenderal Mc. Arthur.
Mengapa Belanda ingin kembali juga ke Indonesia?
Itu disebabkan karena Inggris juga telah kembali ke daerah jajahannya seperti Hongkong, Malasya, Australia, Papua New Guinea, Vanuatu, dll. Belanda tak dapat masuk pada waktu itu karena masih ada Penjajah Jepang. Setelah Jepang meninggalkan Indonesia, lalu Belanda berusaha mencoba kembali melalui Agresi Militer Belanda II tetapi gagal karena Indonesia telah dimemerdekakan oleh Jepang dan didaftarkan menjadi anggota PBB yang ke-60.
Setelah Indonesia Merdeka, lalu Soekarno melihat bahwa Pulau Emas (Isla Del Oro) yang dikatakan oleh pelaut Spanyol Antonio Del Savera harus kita rebut dari Belanda dan sekalian kita jadikan sebagai Pertahanan NKRI dari arah Timur.
Pulau Emas inilah yang menyebabkan seluruh Bangsa-Bangsa di Dunia termasuk Indonesia ingin merebutnya. Dimanakah pulau emas itu? Pulau Emas itu adalah Papua (West Papua dan East Papua).
Oleh karena itu, Soekarno menggunakan alasan sama-sama daerah Jajahan Belanda jadi itu adalah wilayah Indonesia. Padahal waktu Proklamasi maupun Sumpah Pemuda hanya mencakup wilayah Aceh sampai Maluku.
Setelah Indonesia merdeka tahun 1945, kemudian Soekarno melobi ke Perwakilan PBB tahun 1946 tetapi tidak mendapat dukungan karena wilayah Papua (Papua New Guinea dan Papua Barat) lagi dipersiapkan Belanda dan Inggris untuk berdiri sendiri (Merdeka penuh).
Tetapi Soekarno tetap berjuang terus dalam Perjanjian Linggar Jati tahun 1946 pada waktu itu juga, dan juga pada Konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949 di Den Hag Belanda.
Di KMB, Indonesia mendapat titik terang karena Belanda berjanji akan diselesaikan 1 tahun kemudia karena daerah Papua Barat (West Papua) masih dalam Status Quo (Daerah Yang Belum Jelas Pemerintahannya).
Tetapi setelah satu tahun kemudian (Tahun 1950), justru Belanda tetap dengan Konsistennya untuk mempersiapkan Kemerdekaan Papua sehingga Soekarno tetap geram dan berjuang terus melalui Forum-Forum Internasional seperti Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1950. Dan bahkan ke Forum Perserikan Bangsa-Bangsa (PBB). Tetapi sayang, Soekarno tetap tidak mendapat dukungan juga dari pihak Internasional.
Kemudian pada tanggal 1 Desember 1961, Perwakilan Rakyat Papua Barat yang duduk dalam Niuew Guinea Raad (Seperti MPR Indonesia) memproklamasikan Kemerdekaan Papua secara Defacto (Kenyataan) dan rencana secara Dejure (Hukum) nanti pada tahun 1970.
Tetapi hal ini tidak diterima baik oleh Indonesia. Oleh karena itu, Soekarno didesak untuk mengumandangkan TRIKORA (Tri Komando Rakyat) 18 hari kemudian setelah Proklamasi Negara Papua Barat ini, yaitu pada tanggal 19 December 1961.
Kemudian dibentukla Komando Mandala yang dipimpin oleh Major Jenderal Soeharto, untuk melakukan Operasi Penyusupan dan Operasi Mandala ke Papua Barat. TRIKORA telah diumumkan tetapi senjata tak ada karena Australia, Amerika, Inggris, Perancis (Seluruh Sekutu Belanda) tak mau memberikan senjata kepada Indonesia. Akhirnya Soekarno lari ke Rusia dan membeli senjata di sana, tetapi tetap tak mampu melawan Belanda karena peralatan Belanda lebih canggih apalagi diturunkannya kapal Induk Karel Doorman yang telah menenggelamkan kapal Yosudarso.
Akhirnya, Soekarno mencari jalan lain untuk melumpuhkan Belanda di Tanah Papua yaitu melalui Pembentukkan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Makanya Belanda terpaksa harus segera meninggalkan Papua karena mendapat tekanan dari rekan sekutunya yaitu Amerika melalui Presiden John. F. Kennedy. (Lihat Surat Kennedy di http://www.freewestpapua.org/docs/kennedyletter.htm).
Kennedy pun diberi jaminan oleh Indonesia untuk menanam Saham di Papua bila daerah tersebut dikuasai oleh Indonesia. Oleh sebab itu, diutuslah mantan DUBES AS di India sebagai penengah antara Indonesia & Belanda yaitu Mr. Elsworht Bunker.
Maka lahirlah usulan yang dikenal yaitu Usulan Bunker, antara lain : Belanda Menyerahkan Administrasi Negara Papua Barat kepada Indonesia melalui suatu badan PBB (Yaitu UNTEA - United Nation Temporary Authority), dan Administrasi Negara Papua akan diatur dan diurus oleh Indonesia hanya selama 25 tahun saja, setelah itu Indonesia akan memberikan Referendum kepada Rakyat Papua untuk Menentukan Nasibnya Sendiri (Apakah tetap dengan Indonesia atau lepas berdiri sendiri).
Dari usul inilah, sehingga melahirkan Perjanjian New York (New York Agreement) yang ditandatangani di Markas Besar PBB pada tanggal 14 Agustus 1962 dan Perjanjian Roma (Rome Agreement) yang ditandatangani pada tanggal 30 September 1962 di Italia.
Yang mana, Perjanjia New York mengurus tentang Proses Peralihan Administrasi Negara Papua dari Belanda ke UNTEA tahun 1962 kemudian diberikan lagi kepada Indonesia pada 1 Mei 1963.
Sedangkan Perjanjian Rome yang berbunyi sebagai berikut :
1. Referendum atau yang dikenal dengan PEPERA (Penentuan Pendapat Rakyat) yang direncakan pada tahun 1969, dibatalkan saja atau bila perlu dihapuskan.
2. Indonesia mengatur dan mengurus Papua hanya selama 25 tahun saja, terhitung mulai tanggal 1 Mei 1963.
4. Hasil PEPERA diterima di muka umum sidang PBB tanpda ada perdebatan.
5. Amerika berkewajiban untuk menanam Sahan di Papua Barat demi kemajuan daerah tersebut.
6. Indonesia akan mengirimkan Transmigrasi ke daerah Papua untuk Assimilasi dan Perkembangan Pembangunan.
**************
Oleh sebab itu, Belanda terpaksa meninggalkan Papua pada Oktober 1962 dan diganti oleh Pasukan UNTEA. Selama keberadaan UNTEA di sana (Papua) pun tetap diserang oleh rakyat Papua. Contohnya penyerangan Marka UNTEA di Manokwari pada bulan Februari 1963 yang dipimpin oleh Sergean PVK (Papoea Vrijwilleger Korps) Permenas Ferry Awom dan Papuan Police yang dipimpin oleh Yohanes Jambuani.
Ketika dikumandangkan TRIKORA juga banyak menyebabkan korban rakyat Pribumi Papua yang dibunuh oleh Militer Indonesia. Setelah dikuasai pun juga banyak terjadi Pembunuhan Masal Rakyat Pribumi Papua oleh Indonesia.
Setelah masuknya Indonesia tanggal 1 Mei 1963, Papua langsung diberi Otonomi Khusus oleh Soekarno tetapi dicabut lagi oleh Soeharto tahun 1966 melalui Ketetapan MPRS no.21. Tahun 1966.
Apalagi menjelang tahun 1965 setelah terjadi penyerang Marka Arfai (Ex. Marka PVK) yang hingga menyebar ke seluruh daerah kepala Burung (Vogel Kop) yaitu Manokwari, Sorong, Ayamaru, Kebar, Saukorem, Sausapor, Makbon, Ransiki, Merdey, Anggi, Menyambou, dll.
Akibat inilah yang menyebabkan hingga penduduk Pribumi Papua telah menjadi berkurang hingga saat ini.
Selain itu, masih banyak lagi Operasi-operasi Militer Indonesia lagi yang menewaskan ratusan ribu rakyat Pribumi Papua. Kemudian lebih parah lagi menjelang diadakannya PEPERA tahun 1969 - 1984. Akibatnya banyak Rakyat Papua yang memilih untuk melarikan diri ke Luar Negeri.
Hari berganti hari, tahun berganti tahun, turun temurun hingga anak cucu orang Papua pun bahkan menjadi lebih dendam. Apalagi ditambah dengan adanya penyebaran Virus HIV/AIDS di Papua. Itul merupakan salah satu bukti terjadinya Genocide di Papua.
PEPERA pun akhirnya tidak diijinkan oleh Indonesia dan Amerika untuk memilih sesuai mekanisme/prosedur Internasional yang seharusnya Satu Orang Satu Suara (One Man One Voute) tetapi diubah menjadi sistem perwakilan.
Dimana dibentuknya Dewan Musyawarah PEPERA (DMP) yang mana pesertanya adalah Tokoh-tokoh Adat Papua yang dipilih dan ditunjuk dibawah penodongan senjata oleh Militer Indonesia melalui Organisasi Inteligen KOSTRAD yang diberi nama OPSUS (Pimpinannya adalah Ali Murtopo).
Makanya Kontrak Kerja PT. Freeport pun ditandatangani pada tahun 1967 ( sebelum Referendum tahun 1969).
Akhirnya Papua Barat berhasil dikuasai oleh Indonesia, dan Pembangunan pun diadakan dengan setengah hati oleh NKRI karena Daerah ini masih tetap berada dalam Status Quo di NKRI. Buktinya, setelah PEPERA pun belum ada Ketetapan MPR atau Undang-Undang yang Mensahkan masuknya Papua ke dalam NKRI. Sedangkan Timor Leste saja disahkan oleh Ketetapan MPR tetapi setelah Merdeka lalu dicabut Ketetapan tersebut.
***************
Demikian hingga saat ini, Papua tak akan pernah tinggal diam di atas Kekayaan Alamnya yang telah diberikan Tuhan Allah.
Ulangan 27:15-26
27:15 "'Terkutuklah orang yang membuat berhala dan menyembahnya, ataupun menyimpannya -- apakah berhala itu terukir dari kayu ataupun terbuat dari logam tuangan -- karena patung-patung berhala itu sangat dibenci oleh TUHAN, dan buatan tangan manusia.' Lalu segenap bangsa itu harus menjawab, 'Amin.'
27:16 "'Terkutuklah orang yang memandang rendah ayahnya dan ibunya.' Lalu segenap bangsa itu harus menjawab, 'Amin.'
27:17 "'Terkutuklah orang yang menggeser batas tanahnya dan batas tanah sesamanya.' Lalu segenap bangsa itu harus menjawab, 'Amin.'
27:18 "'Terkutuklah orang yang menuntun orang buta ke jalan yang sesat.' Lalu segenap bangsa itu harus menjawab, 'Amin.'
27:19 "'Terkutuklah orang yang berlaku tidak adil terhadap orang asing, anak-anak yatim piatu, dan para janda.' Lalu segenap bangsa itu harus menjawab, 'Amin.'
27:20 "'Terkutuklah orang yang bersetubuh dengan istri ayahnya karena perempuan itu milik ayahnya.' Lalu segenap bangsa itu harus menjawab, 'Amin.'
27:21 "'Terkutuklah orang yang bersetubuh dengan binatang apa pun.' Lalu segenap bangsa itu harus menjawab, 'Amin.'
27:22 "'Terkutuklah orang yang bersetubuh dengan saudara perempuannya -- saudara kandung ataupun saudara tiri.' Lalu segenap bangsa itu harus menjawab, 'Amin.'
27:23 "'Terkutuklah orang yang bersetubuh dengan mertuanya.' Lalu segenap bangsa itu harus menjawab, 'Amin.'
27:24 "'Terkutuklah orang yang membunuh sesama manusia walaupun secara tersembunyi.' Lalu segenap bangsa itu harus menjawab, 'Amin.'
27:25 "'Terkutuklah orang yang menerima suap untuk membunuh orang yang tidak bersalah.' Lalu segenap bangsa itu harus menjawab, 'Amin.'
27:26 "'Terkutuklah orang yang tidak menaati hukum-hukum ini.' Lalu segenap bangsa itu harus menjawab, 'Amin.'"
Posted by Papuan Diary at Thursday, July 12, 2007 0 comments
Labels: Review Document
Perlawanan Rakyat Papua Dalam Foto
Banyak rakyat di Indonesia tidak memahami dengan benar apa yang diperjuangkan rakyat Papua. Jauh sebelum perebutan Papua Barat antara Indonesia Vs Belanda, rakyat Papua sudah melakukan upaya-upaya perjuangan Pembebasan Nasional.
Berikut ini saya tampilkan foto-foto pengibaran bendera nasional Papua Barat, yaitu Bendera Bintang Kejora, yang diabadikan oleh seorang kawan, dalam peringatan Hari Kebangkitan Nasional Papua Barat pada tanggal 1 Juli 2007 lalu.
---------------
-------------
-------------
------------------
Foto-foto lain akan saya tampilkan, hanya untuk memberikan gambaran bahwa perjuangan Papua, tidak dilakukan oleh segelintir orang, ia merupakan sejarah yang sudah menyatu ditengah kehidupan kolektif rakyat Papua.
Posted by Papuan Diary at Thursday, July 12, 2007 0 comments
Labels: editorial